Sabtu, Oktober 03, 2009

Aku Sampai Di Darus Sunnah.. Aku Rasakan Nikmatnya Belajar Hadis..



Hmm.. Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus Sunnah. Telingaku masih asing mendengarnya. Padahal pesantren ini terletak tak jauh dari kampus pascasarjana UIN Jakarta. Aku sebagai penduduk asli kota Jakarta masih buta tentang asal usul pesantren ini. Mungkin bukan hanya diriku, banyak penduduk asli Jakarta lainnya yang tidak tahu keberadaan pondok pesantren asuhan KH. Ali Mustafa Yaqub, MA ini.

Lalu, bagaimana aku bisa sampai disana dan merasakan nikmatnya belajar hadis?
Bermula dari sebuah sms yang ku terima dari nomor yang tak ku kenal. Isinya memberitahukan bahwa telah dibuka kursus Bahasa Arab setiap Ahad ba’da subuh di Darus Sunnah. Aku balas dengan menanyakan siapa pengirim sms dan di mana Darus Sunnah yang dimaksud? Ternyata si pengirim sms adalah seorang ikhwan yang pernah salah kirim sms beberapa bulan sebelumnya. Aku lupa siapa namanya, dan kini tak ada jejak lagi tentang dirinya kecuali alamat emailnya yang masih ku ingat, jachifu99@yahoo.com. Ia memberitahukan bahwa Darus Sunnah berlokasi di Pisangan Barat, tak jauh dari kampus pascasarjana UIN dan banyak mahasiswa dari Fakultas Dirasat Islamiyah yang belajar di sana. Aku abaikan sms itu dan tak pernah lagi ku bertanya-tanya tentang Darus Sunnah.

Beberapa bulan ku jalani aktivitas perkuliahan dengan penuh semangat. Setiap pagi menunggu bus, melawan rasa kantuk, menembus panas dan macatnya kota Jakarta. Selesai kuliah kembali ke rumah dengan rute dan bus yang sama. Sampai di rumah hanya lelah yang ku rasa, istirahat dan tidur jadi pilihan utama. Berbeda dengan teman-teman yang tinggal di kos atau di asrama. Tak perlu mebuang banyak waktu, tenaga dan biaya untuk menjalani aktivitas perkuliahan di kampus. Tapi aku tak pernah berfikir untuk tinggal di kos atau di asrama. Toh aku masih bisa pulang pergi setiap hari. Di rumahpun aku rasa jauh lebih nikmat, segala fasilitas dan kebutuhan serba mudah didapatkan. Aku pun masih rindu dengan suasana rumahku setelah 4 tahun ku bermukim di pondok.

Darus Sunnah kembali menyapa alam pikiranku, tepatnya setelah aku kenal dengan seorang alumni Darus Sunnah yang juga alumni Fakultas Dirasat Islamiyah, Rezki Daswir. Perkenalanku dengannya memang hanya lewat dunia maya, tapi dari dirinyalah aku mulai ingin tahu lebih dalam apa itu Darus Sunnah? “Ilmu yang didapat di Darus Sunnah jauh lebih banyak daripada sekedar di kampus… ” , itu kata-kata kak Iki (panggilan akrab Rezki Daswir) yang masih ku ingat. Aku masih belum berminat pada saat itu, tapi hati kecilku terus mencari tahu seperti apa Darus Sunnah yang banyak didatangi mahasiswa fakultasku itu. Perbincangan tentang Darus Sunnah pun semakin menarik, lebih-lebih ketika ku tahu ternyata ada dua orang teman sekelasku yang belajar dan tinggal di sana. Muhammad Hasan Basri (Madura) dan Tubagus Hasan Basri (Pandeglang) adalah dua temanku yang boleh dibilang sangat aktif di kelas, keilmuan yang mereka miliki selalu terlihat di setiap diskusi kelas. Selidik punya selidik, mereka adalah mahasantri Darus Sunnah, begitu sebutan bagi mahasiwa yang belajar di Darus Sunnah. Tak hanya dua orang teman kelasku yang membuatku semakin penasaran dengan Darus Sunnah, tapi juga kakak-kakak kelasku yang banyak menuntut ilmu di sana. Mereka bukan orang sembarangan, mereka adalah mahasiswa yang aktif di fakultas, bahkan ketua BEM Fakultas pun ternyata seorang mahasantri Darus Sunnah.

Pencarianku mengenai Darus Sunnah terus ku lakukan. Browsing di internet salah satunya, ku cari tahu profil sang pengasuh pondok, KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. Subhanallah.. beliau adalah imam besar masjid Istiqlal Jakarta, wakil ketua fatwa MUI dan juga dikenal sebagai ahli hadis yang ada di Indonesia. Pencarian berlanjut ke profil Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus Sunnah. Ada ketertarikan dalam hatiku saat ku baca profil pondok itu. Namun, masih ada yang mengganjal. “Mungkinkah aku kuliah di dua tempat? Bisakah ku membagi waktu dengan baik? Siapkah ku tinggal di asrama lagi?...”, itu yang terlintas di pikiranku saat itu. Semua butuh pengorbanan. Setiap keputusan ada resikonya dan siapkah aku dengan semua itu?

Sampai suatu hari ku utarakan keinginanku untuk belajar di Darus Sunnah dengan orang tuaku. Ternyata respon mereka sangat positif, padahal mereka pun belum tahu seperti apa Darus Sunnah itu. Mereka mendukung keinginanku itu dan memang itulah yang mereka harapkan, berharap aku terus mendalami ilmu agama, tak hanya di kampus saja. Niatku mulai mantap untuk mengambil keputusan belajar di Darus Sunnah dan semakin mantap setelah aku mengikuti pelatihan takhrij hadis kerja sama Fakultas Dirasat Islamiyah dengan Darus Sunnah, banyak ilmu yang ku dapat di sana. Pelatihan dua hari aku rasa tidak cukup untuk menguasai hadis dan ilmu hadis. Aku semakin haus dengan ilmu hadis. Sampai suatu malam aku bermimpi sedang berbincang-bincang dengan imam besar masjid Istiqlal itu, KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. Aku terbangun dan benar-benar takjub dengan mimpiku. Bagaimana bisa seorang ahli hadis ternama di Indonesia masuk ke dalam mimpiku? Aku pun belum pernah bertatap muka langsung dengannya. Sejak saat itu ku pastikan langkahku menuju Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus Sunnah.

Ujian masuk pun dimulai, karena niatku begitu mantap aku pun datang dengan persiapan yang cukup matang. Alhamdulillah ujian tulis berhasil ku lalui. Selang 2 hari ku ikuti ujian lisan. Alhamdulillah.. Allah menghendaki langkahku menuntut ilmu di Darus Sunnah. Dari ratusan peserta yang mengikuti tes hanya 13 putra dan 12 putri yang terpilih dan resmi menjadi mahasantri Darus Sunnah tahun ajaran 2009-2010. Tak henti-hentinya ku ucapkan rasa syukurku ini. Orang tuaku pun ikut tersenyum bahagia.

Seminggu sudah aku mengikuti kegiatan di Darus Sunnah. Subhanallah…. Suasana belajar yang tidak kutemukan di tempat lain. Lantunan para mahasantri yang membaca Manzhumah Baiquni setiap memulai pengajian begitu syahdu, mengkaji kutubus sittah bersama KH. Ali Mustafa Yaqub, MA dengan penuh semangat. Belajar bersama setiap ba’da Isya pun cukup menyenangkan. Di sinilah ajang kita berbagi ilmu, bersama mengkaji dan menelaah kitab. Benar-benar suasana yang merindukan, suasana yang jarang ada di kalangan mahasiswa zaman sekarang ini.

Langkahku ke depan masih panjang. Aku harus terus berjuang menuntut ilmu. Aku harus bisa menyelesaikan studiku dengan baik, 3 tahun kedepan di kampus UIN dan 4 tahun kedepan di Darus Sunnah. Syukurku padaMU ya Robby.. aku diberi kesempatan untuk merasakan nikmatnya belajar hadis di Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus Sunnah.

4 komentar:

matthrixx mengatakan...

good job...
tetep rajin nulis, yg rajin ngaji jg...

edofaqeeh.wordpress.com

Resty Nurbudi Puspita mengatakan...

^_^

syukron kk musyrif...
doakan agar tetap istiqomah yua...

matthrixx mengatakan...

amin...moga tmn2 smua pd istiqomah...
sudilah kiranya mampir k blog sy...:)

Resty Nurbudi Puspita mengatakan...

amin...

asal jamuannya enak saya pasti mampir... :)